Baca Juga
Hijrah, dalam konteks sejarah Islam, bukan hanya sekedar perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain. Ia adalah sebuah konsep yang mendalam dalam membangun peradaban Islam yang kuat dan berkelanjutan. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi konsep hijrah dalam Islam, dengan fokus pada penentuan hijrah, tindakan awal Nabi Muhammad setelah hijrah, dan bagaimana hal tersebut terhubung dengan pendekatan sejarah untuk menyusun peradaban Islam yang sesuai.
Penentuan Konsep Hijrah
Hijrah, secara harfiah, berarti "perpindahan" atau "migrasi." Dalam Islam, hijrah memiliki konotasi yang lebih dalam. Hijrah adalah peristiwa penting dalam sejarah Islam yang menandai awal dari kalender Hijriah (kalender Islam). Ada beberapa penentuan hijrah yang signifikan dalam sejarah Islam:
1. Hijrah Berdasarkan Ramadhan
Hijrah Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah terjadi pada tahun 622 Masehi, yang juga bertepatan dengan bulan Ramadhan. Keputusan ini memiliki makna yang mendalam karena menunjukkan komitmen yang besar terhadap ajaran Islam dan menegaskan pentingnya bulan suci Ramadhan dalam praktik keagamaan.
2. Hijrah Berdasarkan Kelahiran Nabi Muhammad
Kelahiran Nabi Muhammad adalah peristiwa besar dalam Islam, dan hijrahnya dari Makkah ke Madinah pada awalnya terinspirasi oleh ancaman terhadap kehidupannya di Makkah. Hijrah ini adalah langkah penting untuk melindungi dan menyebarkan ajaran Islam.
3. Dipilihnya Penentuan Hijrah dari Makkah ke Madinah
Pemilihan Madinah sebagai tujuan hijrah adalah strategis. Madinah pada saat itu adalah kota yang penuh dengan perselisihan antara suku-suku Arab. Pemilihan Madinah sebagai tempat baru untuk Islam membuka peluang untuk menciptakan masyarakat yang lebih stabil dan toleran.
Tindakan Awal Nabi Muhammad Setelah Hijrah
Setelah tiba di Madinah, Nabi Muhammad melakukan serangkaian tindakan yang esensial untuk membangun peradaban Islam yang kokoh:
1. Membangun Masjid
Salah satu tindakan pertama Nabi Muhammad adalah membangun Masjid Quba, yang menjadi pusat aktivitas keagamaan dan sosial di Madinah. Ini menunjukkan pentingnya keberadaan tempat ibadah dalam membangun masyarakat Muslim yang bersatu.
Pada awal Islam, proses pembelajaran dilaksanakan di rumah Arqam bin Abi al Arqam. Setelah Rasulullah hijrah ke kota Madinah, maka proses pendidikan lebih difokuskan di masjid. Masjid pada periode klasik memiliki multi fungsi, salah satunya menjadi pusat pendidikan Islam. Sejak zaman Rasulullah saw sampai sekarang masjid tetap menjadi pusat kebudayaan bagi ummat Islam. Masjid menjadi tempat pendidikan, musyawarah, ibadah, pengajian-pengajian, membina ummat, dan lain sebagainya. Disadur dari (View of Masjid Sebagai Pusat Kebudayaan Islam (jurnalannur.ac.id))
2. Mempersaudarakan Sesama Muslim (Muhajirin dan Ansar)
Nabi Muhammad menghubungkan orang-orang Muhajirin (migran dari Makkah) dengan Ansar (penduduk Madinah) melalui konsep akhawat (persaudaraan) untuk memperkuat persatuan dan solidaritas dalam masyarakat.
3. Membuat & Menjalankan Perjanjian Piagam Madinah
Piagam Madinah adalah dokumen yang menetapkan kerangka kerja hukum dan sosial untuk masyarakat Madinah yang baru terbentuk. Ini mencakup hak-hak dan tanggung jawab semua warga Madinah, termasuk non-Muslim seperti Yahudi dan Nasrani.
Piagam Madinah, yang sering juga disebut sebagai Perjanjian Madinah, Dustur Madinah, dan Shahifah Al-Madinah, merupakan sebuah perjanjian damai dan kerangka hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat Madinah yang beragam.
Dokumen ini mencakup beragam bidang seperti urusan politik, sosial, hukum, ekonomi, hak asasi manusia, kesetaraan, kebebasan beragama, pertahanan, keamanan, dan perdamaian. Inisiatif untuk memperkenalkan serta mengimplementasikan kerangka kebijakan ini diprakarsai oleh Nabi Muhammad bersama-sama dengan seluruh penduduk Madinah yang sepakat dengan isi perjanjian tersebut (Ali Masykur Musa, "Membumikan Islam Nusantara: Respons Islam Terhadap Isu-Isu Aktual," Jakarta: Serambi, 2014, hal. 110. Lihat juga: Ahmad Sukarja, "Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar 1945: Kajian Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Yang Majemuk," Jakarta: UI-Press, 78-79).
Melalui Piagam ini, Nabi Muhammad (shalallahu 'alaihi wasallam) memperkenalkan suatu sistem kehidupan yang damai dan seimbang bagi masyarakat Madinah yang beragam dan majemuk. Dalam kerangka ini, beliau membentuk fondasi yang kokoh untuk menciptakan masyarakat madani yang saling berdamai dan berharmoni.
Masyarakat ini terdiri dari tiga kelompok utama yang berbeda, yaitu mayoritas Muslim dari kelompok Muhajirin dan Anshar, kelompok minoritas non-Muslim dari suku Aus dan Khazraj yang belum memeluk Islam, serta komunitas Yahudi (Al-Quran Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lilalamin, Jakarta: Pustaka Oasis, 2010, hal. 354; Lihat juga: Said Aqil Husin Al-Munawar, Islam Humanis: Islam dan Persoalan Kepemimpinan, Pluralitas, Lingkungan Hidup, Supremasi Hukum, dan Masyarakat Marginal, Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2001, hal. 22).
Isi Piagam Madinah (ref: dari nu.or.id)
![]() |
https://ganaislamika.com/ |
Piagam madinah merupakan perjanjian pertama yang dibuat oleh Rasulullah (shalallahu 'alaihi wasallam) pada 622 M yang mengandung 47 pasal. 23 Pasal membahas hubungan antar sesama muslim kaum Anshar dan Muhajirin, 24 Pasal membahas perjanjian hubungan Ummat Islam dengan Ummat selain Islam (Yahudi). Diatara isinya:
- Semua Muslim dan Yahudi yang termasuk dalam perjanjian dianggap sebagai satu kesatuan dan memiliki kewajiban bersama untuk menjaga keamanan nasional serta berpartisipasi dalam pertahanan negara jika ada ancaman dari luar.
- Semua Muslim dengan beragam latar belakang suku, seperti suku Quraisy, bani Auf, Saidah, al-Hars, Jusyam, an-Najjar, Amr bin Auf, didorong untuk bekerja sama secara solid, termasuk dalam hal membayar diat dan membebaskan tawanan.
- Tidak ada izin untuk membuat aliansi baru antara sesama Muslim dan Yahudi yang tergabung dalam perjanjian tanpa persetujuan pemerintahan Rasulullah.
- Muslim dan Yahudi dalam perjanjian diharapkan bersatu dalam menghadapi pihak yang menindas dan merusak keamanan.
- Madinah dianggap sebagai kota suci, sehingga perang dan tumpahan darah dilarang, kecuali dalam kasus pelanggaran yang mengancam stabilitas negara dan kerukunan beragama.
- Individu yang bersikap zalim dan melanggar hukum, baik Muslim maupun Yahudi, tidak boleh dilindungi dan harus ditentang secara bersama-sama.
- Tindakan menegakkan hukum secara mandiri oleh kelompok Muslim dilarang, dan mereka tidak boleh berkolusi dengan pihak lawan.
- Selama mereka tidak melanggar hukum, kelompok Yahudi dan sekutunya memiliki hak atas perlindungan, bantuan, dan jaminan negara.
- Baik Muslim maupun Yahudi bersama sekutunya diberi kebebasan untuk menjalankan agama mereka masing-masing.
- Jika ada usulan perdamaian dari pihak yang berpihak pada piagam, dan semua pihak dalam perjanjian menyetujui perjanjian perdamaian tersebut, maka Muslim wajib menghormati usulan perdamaian tersebut (Mohamad Nur Kholis Setiawan, "Meniti Kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kunci dalam Islam dan Kristen," Volume 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010, hal. 204).
4. Membangun Pasar
Pasar-pasar di Madinah dikembangkan untuk mempromosikan perdagangan dan ekonomi yang sehat. Ini adalah langkah penting dalam memastikan keberlanjutan ekonomi masyarakat yang baru terbentuk.
Hubungan dengan Konsep "Cara Menyusun Peradaban Islam yang Sesuai"
Tindakan awal Nabi Muhammad setelah hijrah mencerminkan pendekatan sejarah yang cerdas dalam membangun peradaban Islam yang sesuai. Ini mencakup pembangunan tempat ibadah, penguatan persaudaraan sesama Muslim, pembentukan kerangka hukum yang inklusif, pengembangan ekonomi, dan pemeliharaan perdamaian dengan komunitas lain. Pendekatan ini menunjukkan pentingnya membangun fondasi yang kokoh untuk peradaban Islam yang berkelanjutan.
Kesimpulan: Kita dan Apa yang Harus Dilakukan?
Konsep hijrah dalam Islam adalah lebih dari sekadar sejarah migrasi Nabi Muhammad; itu adalah pandangan holistik tentang bagaimana membangun peradaban yang kuat. Untuk mengikuti jejak Nabi Muhammad, kita harus berkomitmen pada prinsip-prinsip seperti persatuan, keadilan, inklusivitas, dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Melalui pemahaman yang mendalam tentang konsep hijrah dan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat berperan aktif dalam membangun peradaban Islam yang sesuai dengan tuntutan zaman.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar