Baca Juga
Kalau bicara soal reputasi akademik sebuah perguruan tinggi, riset jelas jadi pondasi yang nggak bisa diabaikan. Bukan cuma soal kuantitas publikasi ilmiah yang melonjak di Google Scholar, tapi kualitasnya juga berbicara banyak. Riset yang baik itu bukan cuma jadi angka, tapi bisa jadi pintu masuk kolaborasi dengan industri dan mitra strategis lainnya.
Di luar dunia akademik, hasil riset yang dikelola dengan serius seringkali jadi awal dari lahirnya inovasi—bisa menuju paten, bahkan hilirisasi produk yang manfaatnya langsung terasa di masyarakat. Saat riset diintegrasikan dalam kurikulum, mahasiswa pun dapat nilai tambah: kemampuan berpikir kritis, analitis, sampai skill problem solving yang memang dibutuhkan di dunia nyata.
Riset yang impactful umumnya punya lima ciri utama: relevan dengan isu kekinian, punya nilai inovatif, aplikatif secara nyata, dipublikasikan secara luas, dan nyambung dengan kegiatan mengajar serta pengabdian. Untuk bisa sampai ke sana, strategi yang matang itu kunci. Salah satu langkah cerdas adalah menyusun roadmap riset pribadi. Ibarat kompas, roadmap ini bantu dosen menentukan arah fokus keilmuan selama 3–5 tahun ke depan, yang bisa nyambung ke pengajaran, pengabdian, bahkan publikasi. Misalnya, riset soal energi terbarukan bisa jadi bahan ajar, ditulis dalam artikel ilmiah, lalu diaplikasikan di masyarakat.
Langkah berikutnya, tentu saja, menghubungkan riset dengan kegiatan belajar-mengajar, termasuk tugas akhir mahasiswa. Kolaborasi lintas dosen atau antar program studi juga bisa memperkuat tim riset dan memperkaya hasilnya. Soal pendanaan, sebenarnya banyak peluang yang bisa diambil—mulai dari hibah internal seperti LP3M atau LPPM, hingga pendanaan eksternal dari DRTPM, BRIN, atau bahkan LPDP. Kerja sama dengan industri lewat program CSR juga patut dicoba, lho.
Dalam prosesnya, dosen bisa mengoptimalkan tools riset modern seperti Mendeley, Zotero, NVivo, sampai AI tools untuk bantu analisis dan manajemen referensi. Soal publikasi, susun strategi secara bertahap—mulai dari jurnal nasional terakreditasi (SINTA) hingga menuju jurnal internasional bereputasi seperti Scopus. Skor SINTA bukan sekadar angka; ia berpengaruh langsung ke peluang dana riset yang bisa didapat.
Output riset juga sebaiknya sudah dirancang sejak awal. Bisa berupa artikel untuk jurnal, buku ajar, paten atau HKI, sampai program pengabdian masyarakat yang berbasis hasil riset. Dengan begitu, kontribusi riset terasa—baik untuk dunia akademik maupun untuk masyarakat luas.
Pengelolaan Jurnal: Cerminan Identitas Intelektual Kampus
Di sisi lain, pengelolaan jurnal ilmiah juga punya peran besar dalam membentuk wajah kampus di mata publik. Jurnal bukan hanya tempat publikasi, tapi juga menjadi indikator penting dalam pemeringkatan perguruan tinggi. Keterlibatan dosen sebagai editor, reviewer, atau mitra bestari bukan hanya memperkuat ekosistem ilmiah, tapi juga dihitung sebagai bagian dari beban kerja dosen (BKD).
Idealnya, sebuah institusi memiliki setidaknya tiga jurnal aktif yang dikelola secara profesional. Untuk mencapai itu, dibutuhkan tim editorial yang solid, fokus dan cakupan jurnal yang jelas, serta proses review yang transparan. Penggunaan OJS (Open Journal System), penerapan etika publikasi, dan sistem antiplagiasi adalah aspek yang nggak boleh dilewatkan begitu saja.
Supaya jurnal bisa terus berjalan, penting untuk mendorong dosen mempublikasikan hasil riset mereka di jurnal internal. Pelatihan berkala untuk tim editor, reviewer, dan penulis juga jadi bagian dari upaya peningkatan kualitas. Di sisi lain, insentif dan bentuk apresiasi pada tim jurnal bisa jadi motivasi yang efektif. Menjalin kolaborasi dengan kampus lain sebagai co-editor atau reviewer tamu juga akan memperluas jejaring sekaligus meningkatkan kredibilitas jurnal. Kerja sama erat dengan LPPM pun menjadi kunci keberlangsungan pengelolaan jurnal yang stabil.
Pada akhirnya, mengelola jurnal itu bukan cuma soal teknis penerbitan. Ini tentang membangun ekosistem ilmiah yang kuat, bermartabat, dan terus relevan di lingkungan akademik yang dinamis.
---------------
Uraian dari sharing session di STIKMA (9/4/2025)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar